Search This Blog

Saturday, January 22, 2011

Negeriku Negeri Pesulap

NEGERIKU NEGERI PESULAP

Mungkin, pembaca akan bertanya – tanya, koq Negeriku Negeri Pesulap? Namun itulah kenyataannya, semua persoalan yang awalnya dinilai irasional, dinegeri ini bisa disulap menjadi sesuatu yang rasional.
Lihat saja dugaan kerugian Negara milyaran bisa disulap menjadi ratusan juta atau bahkan ratusan ribu.
Tingginya angka pengangguran disulap menjadi rendah, tingginya angka kemiskinan disulap menjadi rendah, mencuri ayam yang hanya berharga puluhan ribu, seakan mencuri uang rakyat milyaran.
Bukankah itu, sebuah sulap hukum dinegeri ini?
Negeri ini memang pesulap, yang ada dan yang tiada.
Yang ada kini legalitas dan konstitusi, yang hilang adalah legitimasi. Yang ada sekarang cuma pemimpin partai, yang tiada adalah pemimpin bangsa.
Kini yang ada adalah pemuka – pemuka agama, yang tiada adalah PEMUKA AGAMA. Apapun yang mereka kemukakan, sikap sectarian amatlah menonjol, kendati “betapa pentingnya toleransi beragama” diucapkan dengan latahnya sebagai pemanis kata. Kita menemukan pemimpin “lintas agama” yang dapat membawa ketenangan dan kesejukan dalam kehidupan yang beriman.
Yang ada sekarang hanyalah Kabinet Indonesia bersatu (Kabinet reformasi), tapi kita kehilangan pelaksanaan reformasi. Adalah program reformasi yang ditawarkan kabinet ini, tapi pelaksanaan reformasi itu tidak ada,kecuali bila kita menilai bahwa yang namanya reformasi itu mewujud dalam apa yang disebut sebagai “ekonomi rakyat”.
Penjelasan ilmiah tentang “ekonomi rakyat” itu sebagai konsep, begitu jauh dari memadai.
Yang ada kini adalah penyelidikan korupsi dan peningkatan korupsi. Yang tidak kunjung jadi kenyataan adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Jaksa dan polisi memanggil banyak orang, bahkan ada yang berkali – kali. Tapi pengadilan konkret, yang dirasakan sebagai upaya pemberantasan KKN, tak pernah lahir dari situ.
Yang ada kini hanyalah pemerintah dan demokrasi. Yang hilang adalah pelayanan bagi masyarakat.
Yang ada Cuma peningkatan jumlah dan jenis serta biaya aparat keamanan, yang hilang adalah rasa aman.
Masihkah kita ingat ketika Sidang Istimewa MPR ada Pam Swakarsa, kemudian lahir ide Ratih dan terakhir menjadi Kamra. Dan sekarang hilang tanpa adanya kejelasan yang nyata. Memang dari Kamra sekarang ini sudah ada yang menjadi anggota polisi, TNI, namun semua itu masih saja hanya sebagian kecil, hanya beberapa gelintir dari 40 ribu anggota yang ada, itu juga masih ada saja yang di pungut biaya secara liar oleh oknum – oknum yang berkompeten.
Di sekitar kita kini yang ada cuma celoteh tentang ekonomi rakyat, sementara yang haram adaah menyebut pengadilan rakyat dan komite rakyat.
Pembicaraan tentang konsep ekonomi kerakyatan menggunakan kata “rakyat” yang sama seperti pengadilan rakyat atau komite rakyat.
Tetapi kenapa iklim yang dilontarkan bagi ekonomi rakyat bersifat “resmi”, sementara kata – kata komite rakyat dan pengadilan rakyat dianggap harus dijauhi, bahkan diharamkan.
Yang ada adalah Makamah Agung, Makam Konstitusi yang sebagai “Makamah” telah berfungsi sebagai alat politik. Yang hilng adalah “Konstitusi”-nya apa lagi sifat “Agung”-nya. Kalaupun Ketua MA dan MK merasa didukung lingkungan primodialnya, tapi kalau kembali kepada nurani kita.
Yang ada cuma apa yang dinamakan elite politik yang kabarnya bijak bestari, pandai beretorika dan tinggi kadar egonya. Yang tidak ada adalah pemersatu yang kini dilupakan bila kita hendak menahan arus disintegrasi bangsa yang sekarang menonjol dihadapan kita.
Yang ada hanyalah jargon – jargon, kalimat normatif, dan rangkaian ritus. Yang tiada adalah kepemimpinan yang membumi dan faham betul bahaya yang mengancam kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Yang ada kini hanyalah “Pancasila”. Tapi kita kehilangan ketuhanan, kemanusiaan yang beradab, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Bisakah manusia yang berketuhanan merusak rumah ibadah? Adakah perikemanusiaan pada diri kita jika kita “mencingcang” orang? Adakah rasa kebangsaan pada munusia yang karena alasan suku dan etnisitas bunuh membunuh setiap saat? Betulkah ada demokrasi bila untuk unjuk rasa harus berhadapan dengan UU No.9/1998 yang birokratis? Adakah keadilan sosial bila pejabat tetap berpesta ria dengan KKN?
Karena itu, bagi saya, yang ada hanyalah Pemuda harapan bangsa!
Karena itu, bagi saya, Pemuda harapan bangsa harus mulai bersatu dan bersama membangun bangsa ini!
Karena itu, bagi saya, Pendirian Pemuda Retooling Aparatur Negara (PARAN) harus segera didirikan!
Namun sayangnya, negeri ini memang negeri pesulap, dimana ada niatan dengan tulus Pemuda membangun bangsanya tidak pernah di dukung oleh para Tokoh Negarawan, karena sang Pemuda tidak dapat memberikan keberhasilan dalam kepentingan sang tokoh.


Oleh :
Imam Supaat :
Jl. Janoko Raya No.10 Rt.02 Rw.02 Ngemplak,
Kel.Dukuh, Kec.Sidomukti, Kota Salatiga
Jawa Tegah – Indonesia
Simpati : 081 229 050 575,
Indosat/M3 : 085 641 610 575,
XL : 081 904 952 575,
E-mail : suara_kpk2009@yahoo.com
Alamat blog :
www.skisuarakpk.blogspot.com
www.suarakpk-paran.blogspot.com
Dukungan material dapat disalurkan ke :
Rekening BCA Cab.Salatiga
No. 0130534295

No comments:

Post a Comment